Pada Desember tahun lalu,
tiba-tiba aku dan adikku dipanggil oleh mama papa aku untuk berkumpul bersama
di ruang tamu. Ternyata mereka membicarakan suatu hal yang membuat hatiku sedih
banget. Mereka
membicarakan tentang rencana kami sekeluarga untuk pindah ke Jakarta.
Pernyataan itu membuatku sangat terkejut sekaligus sedih, karena aku harus
meninggalkan semua keluargaku, teman-temanku, guru-guruku di Surabaya. Pada
saat itu hatiku bagaikan piring yang awalnya tertata rapi di rak piring, yang tiba
– tiba jatuh
semuanya dan pecah menjadi kepingan-kepingan kecil. Aku tidak bisa berkata-kata
lagi, dan hanya bisa menangis menahan rasa sedih itu. Aku sudah berusaha untuk
berbicara kepada orangtuaku, agar aku
ditinggal di Surabaya untuk melanjutkan sekolah, tetapi mereka tetap bersikeras untuk memindahkanku sekolah di Jakarta. Aku sudah
putus asa karena tidak berhasil membuat orangtuaku memutuskan agar aku
ditinggal di Surabaya. Aku tidak cerita terlebih dahulu kepada teman-teman dan
guruku tentang rencana keluargaku untuk pindah ke Jakarta, agar mereka tidak
sedih ataupun kaget terlebih dahulu. Sejak hari itu, aku selalu terlihat murung
di sekolah. Aku tidak lagi kelihatan ceria, bersemangat sekolah, dan bergaul
dengan teman-temanku. Walaupun mereka terus bertanya kepadaku, apakah ada
sesuatu yang terjadi dan berbagai pertanyaan-pertanyaan lain, aku hanya
menjawab “tidak, aku tidak apa-apa” sambil tersenyum. Tetapi mereka tetap
curiga terhadapku, dan aku tahu itu tapi aku tidak terlalu memikirkannya.
Sampai pada suatu hari, mamaku
datang menemui kepala sekolahku untuk memberitahu tentang rencana kami
sekeluarga untuk pindah ke Jakarta, dan pada saat itu aku dan adikku juga ikut
masuk menemui kepala sekolahku. Saat mamaku sedang ngobrol bersama kepala
sekolahku, aku kembali menangis karena merasa sedih. Aku berusaha menahan untuk
tidak menangis, tetapi air mataku tidak bisa berhenti keluar. Aku juga merasa
malu saat itu, karena dilihat oleh kepala sekolahku. Walaupun kepala sekolahku
juga terlihat ragu untuk melepas kepindahanku, tetapi ia berkata kepadaku
“janganlah bersedih Jo, kalau memang sudah saatnya kamu meninggalkan Surabaya,
pergilah jalani kehidupan barumu di Jakarta, dengan senyumanmu yang selalu ada
setiap harinya saat berada di sekolah ini.” Aku mendengar kata-kata itu dari
kepala sekolahku, yang membuat aku terharu dan menangis lagi. Aku tidak pernah
melupakan kata-kata itu dari pikiranku, karena itu suatu motivasi yang membuat
aku tetap teguh menjalani kehidupan baruku. Sejak hari itu, aku tetap masih
terlihat murung walaupun tidak separah sebelumnya.
Aku menceritakan rencanaku untuk pindah sekolah
kepada satu temanku yang sekaligus saudara jauhku yang paling dekat dengan aku,
bernama Felicia. Dia adalah salah satu orang yang paling aku percaya selama di
SMP kelas 7 dan 8. Aku menceritakan semuanya kepada dia. Dia juga terlihat
sedih dengan pengakuanku itu, akupun juga merasa sangat sedih, karena harus
rela meninggalkan teman terdekatku di Surabaya. Dia akhirnya juga menceritakan
tentang kepindahanku kepada teman-teman lain, dengan izin dariku. Semua
teman-temanku juga merasa kaget dengan pernyataan itu, tetapi aku berkata kepada
mereka “janganlah bersedih guys, kita masih bisa
ngobrol lagi lewat sosmed kok.” Sambil tersenyum. Merekapun mengerti
perkataanku walaupun tetap terlihat sedih.
Seiring dengan berjalannya waktu, tidak terasa
hari di mana aku harus pindah ke Jakarta sudah dekat. Pada saat itu aku selalu
berkumpul bersama dengan teman-temanku untuk melewati saat-saat terakhir
bersama mereka. Aku berpamitan dengan guru-guruku saat perjamuan kasih diadakan
di sekolahku. Itu adalah saat terakhir aku bertemu dengan guru-guruku. Saat
seminggu sebelum menjelang hari kepindahanku, aku dan teman-teman jalan-jalan
bersama ke salah satu mal
yang ada di Surabaya. Kita menghabiskan waktu kurang lebih 5 sampai 6 jam,
untuk jalan-jalan bersama, nonton bioskop bersama, makan bersama, dan berbagai
hal-hal yang kami lakukan bersama. Setelah selesai jalan-jalan bersama, kita
berfoto dulu, lalu kami berpelukan bersama untuk berpamitan, di saat itu aku dan
teman-temanku menangis bersama. Waktu itu juga kita semua juga merasa malu, karena
dilihat oleh banyak orang di mal,
tetapi kita tidak memikirkan itu. Setelah selesai berpamitan, kita semua
berpisah untuk pulang ke rumah masing-masing. Itulah hari terakhir aku bertemu
dengan teman-teman aku di Surabaya.
Sehari setelah, itu kami sekeluarga berpamitan
dengan keluarga besar aku di Surabaya. Walaupun mereka semua merasa kaget dan
sedikit ragu dengan keputusan kami sekeluarga untuk pindah ke Jakarta, tetapi
kami tetap teguh dengan pemikiran kami untuk pindah. Setelah ngobrol panjang
lebar, kami sekeluargapun berpamitan bersama, dan pulang ke rumah. 3 hari
sebelum pindah, aku dan keluargaku membereskan barang-barang yang akan kami
bawa untuk pindahan. Ternyata barang kita itu banyak….. banget, sampai-sampai 3
kopor besar, dan 2 loker itu penuh banget, bahkan sampai kurang tempat. Terus
kita beli bahan-bahan makanan, dan beberapa makanan ringan yang belum tentu ada
di Jakarta, seperti : bumbu
pecel, almond crispy, ikan bandeng asap,
keripik singkong yang pedas atau asin dan manis, dan lain-lain. Setelah puas
beli semua bahan-bahan makanan, kita semua pulang untuk bersiap-siap, karena
jam 4 pagi besoknya kita harus berangkat ke Jakarta. Kita sekeluarga ke Jakarta
naik mobil. Perjalanan dari Surabaya ke Jakarta kalau mengendarai mobil sekitar
14-16 jam kalau tidak macet, tergantung keadaan jalannya jika macet bisa-bisa
sampai 20 jam. Sebelum kita berangkat pagi-pagi itu kita mengawalinya dengan
berdoa bersama terlebih dahulu, agar dilindungi oleh Tuhan yang Maha Kuasa.
Tak terasa kita sekeluarga sudah sampai di
Jakarta, setelah menempuh perjalanan yang jauh dan panjang kami sekeluargapun
merasa lelah. Kamipun tidur dengan lelap, untuk menempuh hari esok. Kami
sekeluarga pindah ke Jakarta pada saat masa liburan kenaikan kelas, sekitar
pertengahan Juli kita sampai di Jakarta. Setelah sampai di Jakarta, aku masih
ada waktu untuk jalan-jalan atau bersantai-santai. Di Tangerang ada seorang
saudara papa aku. Dia yang membantu kita mengenal kota Jakarta dan Tangerang.
Kami sekeluarga sering bertemu dengannya pada saat liburan itu. Akupun
mulai mengetahui kehidupan di Jakarta. Jakarta itu kotanya sangat ramai dan
padat, sehingga sering macet dan terkadang terjadi kecelakaan lalulintas,
walaupun sudah dijaga oleh banyak polisi. Di Jakarta ini juga sering terjadi
banjir di mana-mana.
Tak
terasa liburan sudah hampir selesai. Aku akan memulai masuk sekolah. Semua aku
persiapkan dengan baik. Seperti seragam sekolah, tas sekolah, buku-buku yang
harus dibawa, dan lain-lain. Setiap hari kalau mau ke sekolah, kami selalu
berdoa bersama terlebih dahulu, agar dilindungi saat di perjalanan. Aku dan
adikku pergi ke sekolah menggunakan sepeda motor. Adikku kelas 5 SD di SDK 4
BPK Penabur, dan aku kelas 9 di SMP Santo Vincentius. Walaupun jarak sekolah
aku dan sekolah adikku agak jauh, tetapi kami tetap berusaha bangun pagi agar
tidak terlambat datang ke sekolah. Tidak terasa, hari dimana aku mau sekolah
sudah datang. Rasanya aku deg-degan
banget, soalnya hari pertama aku bertemu sama teman-teman baru, Bapak/Ibu guru
baru, lingkungan sekolah baru, dan lain-lain. Tetapi aku tidak memperlihatkan
ketakutan itu, aku berusaha untuk berani bersosialisasi dengan teman-teman baru
itu dan yang akhirnya aku punya banyak teman. Begitu juga dengan teman-teman
yang mungkin nggak suka sama aku, tapi itu nggak masalah, karena aku tahu yang
namanya anak baru pasti ada yang nggak suka sama aku dan itu juga sudah biasa.
Setelah bel masuk berbunyi, semua
anak berkumpul di lapangan untuk melaksanakan upacara hari pertama masuk dan
sekaligus memperkenalkan Bapak/Ibu guru karyawan sekolah. Di situ aku juga
merasa penasaran kira-kira siapa guru yang paling jahat dan siapa guru yang
paling baik. Di lapangan upacara ternyata tidak hanya ada Bapak/Ibu guru dan
karyawan sekolah, tetapi ada banyak anggota pengurus OSIS, dan anggota FPK.
Mereka adalah kumpulan orang yang mengurus suatu kegiatan tertentu yang
diadakan oleh sekolah, dan direncanakan oleh mereka sendiri, yaitu anggota
pengurus OSIS dan anggota FPK. Setelah kurang lebih 30 menit upacara berlangsung,
aku udah merasa capek, haus, gerah, panas, tapi itu nggak jadi masalah karena
aku pakai topi upacara jadi paling tidak sedikit melindungi dari sinar matahari
yang menusuk kulit. Tidak lama kemudian
tibalah saat pengumuman wali kelas dari kelas 7.1-9.3 ( aku kelas 9.1). Di situ
jadi ramai dan heboh…….. banget sampai-sampai telinga aku berdengung. Dan pada
saat pengumuman wali kelas kelas aku, teman-teman aku bahagia banget, sedangkan
aku hanya berdiri diam dan tidak mengerti apa-apa. Aku bingung banget soalnya
waktu itu, dan sempat bertanya-tanya “emangnya siapa gurunya sih kok heboh
banget?” Ternyata wali kelas aku itu orangnya baik, disiplin, dan bijaksana.
Aku merasa bahagia banget dapat wali kelas seperti itu.
Setelah
upacara selesai tibalah saat di mana setiap anak masuk ke kelas masing-masing
sesuai daftar siswa. Di saat itu aku merasa canggung banget karena yang lain
udah ngobrol-ngobrol sama temen masing- masing, aku cuman duduk diam di tempat duduk
aku rasanya sedih gitu sendirian nggak ada yang mengajak aku ngobrol. Tapi
akhirnya teman sebangku aku mungkin dia penasaran nama aku siapa, asal sekolah
mana, dan berbagai pertanyaan lain. Ya, akhirnya dia bertanya beberapa hal ke aku,
dan aku jawab semua pertanyaan dia, dan akhirnya jadi ngobrol terus kita. Dan
setelah perkenalan dengan wali kelas, penentuan pengurus kelas, dan lain-lain,
bel istirahat berbunyi dan semua anak pun berlarian keluar kelas untuk pergi ke
kantin sekolah. Kalau aku selalu bawa bekal dari rumah, jadi nggak perlu
berlari-lari ke kantin. Aku ke kantin bareng sama teman-teman baru aku. Di saat
itu aku merasa bahagia banget bisa ngobrol-ngobrol bareng sama teman-teman aku.
Nggak terasa udah 20 menit berlalu dan bunyi bel masuk pun berbunyi. Kita semua
kembali ke kelas masing-masing, dan acara terakhir adalah aku harus mengikuti
MPLS lagi {MPLS ( Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah ) pengganti MOS ( Masa
Orientasi Siswa ). Di acara MPLS itu banyak anak-anak kelas 7, 8, dan 9 baru
termasuk aku. Di saat itu kita semua diberi pengarahan mengenai MPLS dalam 3
hari kedepan seperti : harus membawa bekal dari rumah dan harus 4 sehat 5
sempurna, tidak boleh beli makanan di kantin, dan berbagai pengarahan lain.
Setelah panjang lebar memberi pengarahan, jam pulang sekolah pun tiba. Akhirnya
kita semua pulang ke rumah masing-masing.
Dalam 3 hari
MPLS berlangsung itu banyak hal – hal yang terjadi, seperti : tugas- tugas yang
harus kita lakukan setelah selesai diberi materi pada hari tersebut ( seperti
refleksi gitu ), terus ada acara makan bersama ( harus bawa bekal dari rumah
dan harus 4 sehat 5 sempurna ), dan masih banyak hal-hal lain. Itu semua
merupakan pengalaman yang menyenangkan, selain para pengurus OSIS dan FPK yang
sabar mengatur kita walaupun kita agak susah diatur, terus gurauan – gurauan
yang mereka buat, dan masih banyak lagi hal – hal menyenangkan lain. Semua itu
aku jalani dengan baik dan sepenuh hati, jadi semua terasa menyenangkan.
Walaupun aku sudah kelas 9 SMP tapi masih ikut MPLS sama anak – anak kelas 7,
tapi anak kelas 7 itu masih seru diajak ngobrol dan bercanda, jadi aku having fun sama mereka.
Tak terasa 3
hari berlalu dengan cepat. Akupun memulai pelajaran yang sesungguhnya di kelas
9. Dengan guru – guru yang baru kukenal, cara para guru mengajar, teman – teman
yang baru kukenal, dengan cara mereka memahami penjelasan guru, dan hal lain.
Aku merasa anak – anak di Jakarta itu lebih pintar dan lebih kreatif, jadi aku
merasa agak iri dengan kemampuan mereka itu, karena di sekolah lama aku anak –
anaknya itu kemampuannya tidak lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan anak
– anak di Jakarta. Walaupun aku agak kurang cocok dengan pergaulan di Jakarta
ini.
Jadi aku harus
bisa beradaptasi dengan teman-teman baru dan kehidupan baru di Jakarta. Hidup
di Jakarta itu memang tidak mudah, karena segalanya berubah. Seperti cara
pergaulan yang lebih mudah atau leluasa, masyarakatnya yang terkadang bersifat
cuek, dll. Itu semua harus aku ketahui dari awal, agar aku bisa mengerti cara
pergaulan dengan orang Jakarta ini. Jadi inilah kisahku ketika aku pindah ke
Jakarta untuk menjalani kehidupan baru.